Rss Feed

Pages

DIATESIS AKTIF PASIF

DIATESIS AKTIF DAN PASIF DALAM BAHASA LAMPUNG DAN BAHASA JAWA Oleh Rizka Tri P. (C0209001) Abstrak Permasalahan aktif dan pasif merupakan masalah yang terdapat dalam kalimat bahasa Indonesia. Keanekaragamnya bahasa yang terdapat di Indonesia menjadikanya lahan penelitian baru. Bahasa Lampung misalnya, dalam bahasa Lampung terdapat dua dialek, dialek A yang meliputi daerah Belalau, Pesisir, Pubian, dan Sungkai dan dialek O yang meliputi daerah Tulang Bawang dan Abung. Bahasa Lampung tersebut akan dibandingkan bentuk aktif dan pasifnya dengan bahasa Jawa. Makalah ini akan membahas tentang perilaku sintaktik bahasa Lampung dan bahasa Jawa dalam hal bentuk diateesis aktif dan pasif. 1. Pengantar Sintaksis adalah bidang yang membicarakan mengenai unit bahasa kalimat, klausa dan frase. Banyaknya materi yang dipelajari di sintaksis, salah satunya diatesis. Diatesis merupakan kategori gramatikal yang menunjukkan hubungan antara partisipan atau subjek dengan perbuatan yang dinyatakan oleh verba dalam klausa (Kridalaksana, 2008: 49). Diatesis adalah masalah sintaksis yang juga menyangkut masalah semantik. Verhaar menyatakan diatesis seperti aktif dan pasif adalah termasuk peran verba. Diatesis dibagi menjadi empat jenis, (a) aktif, yakni agen melakukan sesuatu terhadap pasien, (b) pasif, yakni agen melakukan sesuatu terhadap pasien tetapi yang dipentingkan agen, (c) refleksif, yakni agen melakukan untuk dirinya sendiri, dan (d) respirokal, yakni agen dan pasien posisinya saing berganti. Namun dalam makalah ini hanya fokus pembahasannya tentang diatesis aktif dan pasif dalam bahasa Lampung yang dibandingkan dengan bahasa Jawa. 2. Rumusan Masalah a. Bagaimana bentuk kalimat aktif antara bahasa Lampung dan bahasa Jawa? b. Bagaimana bentuk kalimat pasif antara bahasa Lampung dan bahasa Jawa? 3. Pembahasan A. Bentuk aktif dalam bahasa Lampung dan bahasa Jawa Kalimat aktif merupakan bentuk kalimat yang agen melakukan sesuatu terhadap pasien. (1) Aba cakak motor IIIt naik motor ‘ayah mengendarai motor’ (bahasa Lampung) (2) Bapak n-tumpak motor IIIt AKT-naik motor ‘ayah mengendarai motor’ (bahasa Jawa) Kalimat (1) dan (2) merupakan kalimat aktif transitif kalimat tersebut memiliki pola SPO (Subyek Predikat Obyek). Bukti bahwa kedua kalimat tersebut berpola SPO adalah di depan predikat terdapat subyek gramatikal adalah perelatifan dan dapat dikontrol pada klausa sematan. Kedua kalimat tersebut memiliki perbedaan pada verbanya. Dalam bahasa Lampung, verba dalam kalimat aktif berbentuk kata dasar yang tidak terdapat pemarkah yang mengikutinya (lihat glos). Sedangkan dalam bahasa Jawa, verbanya mendapat pemarkah afiks nasal [n], kata tumpak +[n] menjadi numpak. Kalimat (1) dan (2) memiliki diatesis aktif karena pada kalimat (1) agen aba menduduki sebagai fungsi subjek gramatikal, sedangkan motor menduduki sebagai fungsi objek. Sedangkan dalam kalimat (2) agen bapak menduduki sebagai fungsi subjek gramatikal, motor menduduki fungsi objek. Agar lebih jelas akan dilakukan pengecekan properti subjek dengan teori kontrol. Kalimat (1) : Aba cakak motor  Ayah menaiki motor Aba ingin [ ___ cakak motor ]  Ayah ingin [ ___ menaiki motor] Aba ingin [ Yudha cakak motor ]  Ayah ingin [ Yudha menaiki motor] Kalimat (2) : Bapak numpak motor  Ayah menaiki motor Bapak pengen [ ___ numpak motor]  Ayah ingin [ ___ menaiki motor] Bapak pengen [ Sari numpak motor ]  Ayah ingin [ Sari menaiki motor] B. Bentuk pasif dalam bahasa Lampung dan bahasa Jawa Kalimat pasif merupakan bentuk kalimat yang agen melakukan sesuatu terhadap pasien tetapi yang dipentingkan adalah agen. (3) Motor ŋi-cakak-i aba Motor PASS-naik-i ayah ‘Motor dinaiki (oleh) Ayah’ (bahasa Lampung) (4) Motor-e di-tumpak-i bapak Motor-DET PASS-naik-i ayah ‘Motornya dinaiki (oleh) Ayah’ (bahasa Jawa) Dalam kalimat (3) dan (4) tersebut, pemarkah pasifnya berbeda. Dalam kalimat (3) terdapat pemarkah ŋi- dan dalam verbanya, sedangkan kalimat (4) bentuk kalimat pasifnya menggunakan pemarkah di-. Pada kedua kalimat di atas sama-sama mempunyai bentuk pemarkah sufiks –i dalam verbanya untuk menyatakan obyek sedang dikontrol oleh subyek yang berada di belakang. Kalimat (3) dan (4) tidak terdapat preposisi yang menyatakan oleh, namun dalam kalimat (4) terdapat pemarkah kepemilikan yang ditandai dengan –e pada obyeknya. Buktinya adalah Motore ditumpaki Bapak, pemarkah –e mengikuti Bapak yang menyatakan motor tersebut milik Bapak. Dalam kalimat pasif tersebut ada perubahan posisi argumen. a. Adanya perubahan posisi obyek menjadi subyek, • Bahasa Lampung Aba cakak motor (kalimat aktif) S P O Motor ŋi caka’i aba (kalimat pasif) S P O Dalam kalimat di atas terdapat perubahan posisi motor yang dalam kalimat aktif terdapat di obyek yang dalam kalimat pasif menjadi subyek. Agen aba juga berubah posisi yang semula dalam kalimat aktif menjadi subyek dan dalam kalimat pasif menjadi obyek. • Bahasa Jawa Bapak numpak motor (kalimat aktif) S P O Motore ditumpaki bapak (kalimat pasif) S P O Kalimat dalam bahasa Jawa pun juga mengalami perubahan posisi obyek menjadi subyek dan posisi subyek menjadi obyek. Motor berubah posisinya dari obyek menjadi subyek. Pada kalimat pasif, subyek motor mendapat pemarkah ¬–e yang menyatakan kepemilikan. b. Pemarkah dalam kalimat pasif, Dalam contoh kalimat di atas, bahasa Lampung menggunakan pemarkah yang terdapat dalam kalimat pasif adalah ŋi- + cakak + sufiks –i, sedangkan dalam bahasa Jawa menggunakan pemarkah di- + tumpak + sufiks –i. c. Dalam kalimat bahasa Lampung dan bahasa Jawa, bentuk kalimat pasifnya tidak lagi menduduki subyek, tetapi menduduki fungsi keterangan yang biasanya dimarkahi preposisi oleh dan letaknya bebas. Namun dalam contoh kalimat bahasa Lampung dan Jawa tersebut tidak terdapat preposisi oleh. Motor ŋi caka’i aba dalam bahasa Lampung tersebut tidak ada preposisi sebelum kata keterangan aba, karena bahasa Lampung lebih identik dengan to the point tidak menggunakan preposisi pun sudah menghasilkan kalimat yang yang dapat dimengerti oleh lawan bicaranya. Sedangkan kalimat motore ditumpaki bapak juga tidak memerlukan preposisi oleh, karena kalimat tersebut telah jelas bahwa bapak sebagai pengontrol. 4. Penutup Diatesis merupakan kategori gramatikal yang menunjukkan hubungan antara partisipan atau subjek dengan perbuatan yang dinyatakan oleh verba dalam klausa Verhaar menyatakan diatesis seperti aktif dan pasif adalah termasuk peran verba. Diatesis dibagi menjadi empat jenis, (a) aktif, yakni agen melakukan sesuatu terhadap pasien, (b) pasif, yakni agen melakukan sesuatu terhadap pasien tetapi yang dipentingkan agen, (c) refleksif, yakni agen melakukan untuk dirinya sendiri, dan (d) respirokal, yakni agen dan pasien posisinya saing berganti. Dalam bahasa Lampung dan bahasa Jawa bentuk kalimat aktifnya terdapat perbedaan jika dalam bahasa Lampung bentuk verba-nya cakak yang merupakan bentuk dasar sedangkan dalam bahasa Jawa bentuk verba-nya mengalami proses nasalisasi yang di mana kata dasar diimbuhi nasal (n) + tumpak menjadi numpak. Sedangkan bentuk kalimat pasifnya letak perbedaan bahasa Lampung dan bahasa Jawa terdapat dalam bentuk pemarkah pasif, ŋi- yang mengikuti verbanya untuk bahasa Lampung dan di- untuk bahasa Jawa. Kedua bahasa tersebut dalam bentuk pasifnya sama-sama memiliki sufiks –i di belakang verba.

0 komentar:

Posting Komentar